Translate

Minggu, 19 April 2015

CONTOH OBAT KIMIA




Acyclovir Oral adalah salah satu obat antivirus yang digunakan untuk mengobati infeksi virus seperti varisela zoster dan herpes simpleks. Varisela zoster adalah virus yang menyebabkan munculnya herpes zoster atau cacar api. Sedangkan virus herpes simpleks menyebabkan terjadinya penyakit herpes genital dan cold sore atau luka melepuh di sekitar bibir.

Acyclovir tidak bisa menghilangkan virus sepenuhnya dari tubuh. Obat ini berfungsi untuk mencegah penyebaran dan perkembangan infeksi virus. Selain itu, obat ini juga berguna untuk mencegah terjadinya infeksi akibat virus.


Tentang Acyclovir

Jenis obat :    Antivirus
Golongan   :   Obat resep
Manfaat
Mengobati infeksi virus varisela zoster
Mengobati dan mencegah infeksi virus herpes simpleks
Dikonsumsi oleh Dewasa dan anak-anak
Nama lain Acyclovir, ACV, acycloguanosine
Bentuk Tablet, obat larut dan obat cair untuk diminum
Penggunaan acyclovir memerlukan resep dokter. Pastikan untuk mengikuti resep yang disarankan oleh dokter menurut kondisi kesehatan Anda.


Peringatan:

Bagi wanita hamil, menyusui atau yang mencoba memiliki anak, sesuaikan anjuran dokter tentang pemakaian obat ini.
Tanyakan dosis acyclovir untuk anak-anak kepada dokter.
Perbanyak minum air. Penting untuk menghindari dehidrasi saat mengonsumsi obat ini.
Obat ini tidak menghambat penyebaran herpes genital. Hindari berhubungan seksual saat serangan infeksi muncul atau kambuh.
Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis, segera temui dokter.
Dosis Acyclovir

Dosis acyclovir diresepkan berdasarkan jenis infeksi, tingkat keparahannya, kondisi kesehatan pasien dan respons terhadap obat. Untuk anak-anak, dosis juga akan tergantung pada umur atau berat badan mereka. Dosis acyclovir umumnya berada di antara 600-1000 mg per hari.


Mengkonsumsi Acyclovir dengan Benar

Pastikan untuk membaca petunjuk pada kemasan obat dan mengikuti anjuran dokter dalam mengonsumsi acyclovir. Obat ini bekerja lebih maksimal jika langsung dikonsumsi ketika gejala awal muncul. Pastikan juga Anda menghabiskan dosis yang sudah diresepkan oleh dokter untuk mencegah kambuhnya infeksi. Jika infeksi tidak membaik setelah menyelesaikan dosis yang diresepkan, temui dokter.

Obat ini bisa diminum sebelum atau sesudah makan. Ingat untuk mengonsumsi air yang banyak selama menggunakan obat ini untuk menjaga ginjal agar tetap berfungsi dengan baik.

Pastikan ada jarak waktu yang cukup dan teratur antara satu dosis dengan dosis berikutnya. Usahakan untuk mengonsumsi acyclovir pada jam yang sama tiap hari untuk memaksimalisasi efeknya.

Bagi pasien yang lupa mengonsumsi acyclovir, disarankan segera meminumnya begitu teringat jika jadwal dosis berikutnya tidak terlalu dekat. Jangan menggandakan dosis obat pada jadwal berikutnya untuk mengganti dosis yang terlewat. Jika mengalami masalah atau mencurigai mengalami overdosis, segera temui dokter.

Kenali Efek Samping  dan Bahaya Acyclovir

Reaksi orang terhadap sebuah obat berbeda-beda. Walau jarang terjadi, obat ini berpotensi menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Acyclovir dapat membuat kulit menjadi lebih sensitif terhadap cahaya matahari. Oleh karena itu, hindari terik matahari sebisa mungkin dan gunakan tabir surya. Beberapa efek samping lain yang bisa terjadi adalah:

Diare
Sakit perut, mual, kembung
Sakit kepala atau pusing
Demam
Ruam yang terasa gatal
Merasa kelelahan
Mengantuk
Jika efek samping yang terjadi berkepanjangan atau mengalami reaksi alergi, disarankan untuk segera menemui dokter.


Sumber :
www.alodokter.com 







Kamis, 16 April 2015

PERBEDAAN OBAT KIMIA DAN OBAT TRADISIONAL

Obat Kimia :

  1. Lebih diarahkan untuk menghilangkan gejala-gejalanya saja.
  2. Bersifat sympthomatis yang hanya untuk mengurangi penderitaannya saja. Beberapa jenis penyakit memang belum ada obatnya, obat yang ada hanya bersifat simptomatik.
  3. Bersifat paliatif artinya penyembuhan yang bersifat spekulatif, bila tepat maka penyakit akan sembuh, bila tidak tepat maka endapan obat akan menjadi racun yang berbahaya.
  4. Lebih diutamakan untuk penyakit-penyakit yang sifatnya akut (butuh pertolongan segera) seperti asma akut, diare akut, patah tulang, infeksi akut dan lain-lain.
  5. Reaksi terhadap tubuh cepat, namun bersifat destruktif artinya melemahkan organ tubuh lain, terutama jika dipakai terus-menerus dalam jangka waktu lama.
  6. Efek samping yang bisa ditimbulkan dapat berupa iritasi lambung dan hati, kerusakan ginjal, mengakibatkan lemak darah.
  7. Efk samping dari obat kimia berupa efek samping langsung maupun tidak langsung atau terakumulasi. Hal ini terjadi karena bahan kimia bersifat anorganik dan murni, sedangkan tubuh bersifat organik dan kompleks. Maka bahan kimia bukan bahan yang benar benar cocok untuk tubuh. Penggunaan bahan kimia pada tubuh dianggap sebagai sesuatu yang tidak terhindarkan dan digunakan secara terbatas yang dapat diterima dan ditoleransi oleh tubuh.


Obat Tradisional :

  1. Diarahkan pada sumber penyebab penyakit dan perbaikan fungsi serta organ-organ yang rusak.
  2. Bersifat rekonstruktif atau memperbaiki organ dan membangun kembali organ-organ, jaringan atau sel-sel yang rusak.
  3. Bersifat kuratif artinya benar-benar menyembuhkan karena pengobatannya pada sumber penyebab penyakit.
  4. Lebih diutamakan untuk mencegah penyakit, pemulihan penyakit-penyakit komplikasi menahun, serta jenis penyakit yang memerlukan pengobatan lama.
  5. Reaksi terhadap tubuh lambat.
  6. Efek samping hampir tidak ada, asalkan diramu oleh herbalis yang ahli dan berpengalaman. Hal ini terjadi karena obat tradisional tersusun oleh bahan-bahan organik yang kompleks. Dengan kata lain obat tradisional dapat dianggap sebagai makanan yang dikonsumsi guna memperbaiki organ atau sistem yang rusak. Kelebihan obat herbal yang digunakan tentu menyebabkan efek samping seperti halnya kelebihan makanan. Sebagai kuncinya, dosis yang dianjurkan untuk penggunaan herbal adalah dosis tradisional dan sedikit dikurangkan.
sumber:

  1. Efek samping pengobatan lebih sering terjadi.
  2. Reaksinya cepat.
  3. Hanya memperbaiki beberapa sistem tubuh.
  4. Relatif kurang efektif untuk penyakit kronis.
  5. Terapi sampingan: diet terhadap makanan tertentu dan perlakuan tertentu pada tubuh seperti bedah atau operasi dan manajemen stres.



Obat Tradisional :

  1. Efek samping relatif kecil bahkan ada yang sama sekali tidak menimbulkan efek samping jika digunakan secara tepat.
  2. Reaksinya lambat.
  3. Memperbaiki keseluruhan sistem tubuh.
  4. Efektif untuk penyakit kronis yang sulit diatasi dengan obat kimia.
  5. Terapi sampingan: Diet terhadap makanan tertentu.


Bila Anda bertanya, mana yang lebih baik antara obat tradisional dan obat kimia, jawabannya bergantung pada situasi dan kondisi Anda. Karena reaksi obat tradisional yang lambat, pada kasus darurat seperti perdarahan misalnya, obat kimia lebih baik digunakan karena reaksinya yang lebih cepat dalam mengatasi gejala dan meredam rasa sakit.

Hal yang sama berlaku untuk penanganan pasien pada kasus penyakit akut seperti kanker stadium akhir. Karena bersifat darurat, pengobatan konvensional seperti operasi dan bedah lebih efektif karena relatif cepat.

Dalam kondisi tersebut, jika pasien menginginkan, obat tradisional dapat tetap diberikan tetapi tidak dapat digunakan secara tunggal melainkan dapat dikombinasikan penggunaannya bersama obat kimia dan obat medis lainnya yang diperlukan.

Pada saat seperti itu, fungsi obat herbal lebih dititikberatkan pada peningkatakan efektifitas pengobatan sekaligus mengurangi efek samping yang ditimbulkan obat kimia.

Berbeda halnya pada pasien dengan kondisi yang boleh dikatakan masih aman. Penggunaan obat herbal masih dapat digunakan secara tunggal atau jika diinginkan, dapat juga dikombinasikan dengan obat kimia untuk meningkatkan efektifitas pengobatan tentunya dengan memberi selang waktu pemakaian antara kedua jenis obat tersebut.

Mengapa kecepatan reaksi kedua jenis obat tersebut bisa berbeda? Jawabannya berkaitan dengan mekanisme kerja kedua jenis obat tersebut. Seperti yang telah disinggung dalam tabel di atas, obat kimia bekerja dengan menghilangkan gejala atau penyebab dan meredam rasa sakit.

Menurut Dr Amarullah H Siregar obat-obatan kimia lebih banyak bertujuan untuk mengobati gejala penyakitnya, tetapi tidak menyembuhkan sumbernya. Intinya, obat kimia hanya mampu memperbaiki beberapa sistem tubuh.

Berbeda halnya dengan obat tradisional yang bekerja langsung pada sumbernya dengan memperbaiki keseluruhan sistem tubuh yakni dengan memperbaiki sel-sel, jaringan, dan organ-organ tubuh yang rusak serta dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh untuk berperang melawan penyakit.

Contohnya, Meniran (Phyllanthus urinaria) yang memiliki efek seperti antibiotik. Ia tidak langsung membunuh kuman, namun mengaktifkan kelenjar di dalam tubuh yang menghasilkan sel-T yang merupakan pembunuh alami kuman.

Perhatikan, dalam contoh tersebut, Meniran tidak bekerja langsung menghentikan serangan kuman tetapi dengan mengaktifkan sistem kekebalan tubuh untuk melawan kuman.

Tak heran, bila dibutuhkan waktu yang relatif lebih lama untuk merasakan efek obat herbal dibandingkan jika kita menggunakan obat kimia. Meskipun demikian, keunggulan obat tradisional adalah efek sampingnya yang relatif lebih kecil bahkan ada yang tidak memiliki efek samping sama sekali jika digunakan secara tepat.

Alasan utamanya adalah dikarenakan sifat bahan obat tradisional yang alami sehingga dapat dicerna oleh tubuh. Jika Anda sedang mempertimbangkan untuk menggunakan obat tradisional, ada baiknya Anda mengenal bentuk-bentuk sajian obat tradisional yang ada.


sumber :
www.deherba.com



        

Rabu, 15 April 2015

OBAT TRADISIONAL

Jamu  adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut, higienis (bebas cemaran) serta digunakan secara tradisional. Jamu telah digunakan secara turun-temurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur. Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris turun temurun. 

Penandaan pada produk Jamu berupa tulisan “JAMU” yang harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam diatas dasar warna putih atau warna lain yang mencolok kontras dengan tulisan “JAMU”
Catatan : pada produk jamu dilarang mencampurkan atau terkandung bahan kimia obat apapun.



Obat Herbal Terstandar (OHT) adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral. Pada melaksanakan proses ini membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan berharga mahal, ditambah dengan tenaga kerja yang mendukung dengan pengetahuan maupun ketrampilan pembuatan ekstrak. Selain proses produksi dengan teknologi tinggi, jenis herbal ini pada umumnya telah ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pre-klinik seperti standar kandungan bahan berkhasiat, standart pembuatan ekstrak tanaman obat, standart pembuatan obat tradisional yang higienis, dan uji toksisitas akut maupun kronis.

Penandaan pada produk OHT berupa tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR” harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam diatas dasar warna putih atau warna lain yang mencolok kontras dengan tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR”

Contoh OHT (Diapet, Hi-Stimono, Irex-Max, Kiranti Pegel Linu, Kiranti Sehat Datang Bulan)



Fitofarmaka adalah obat tradisional dari bahan alam yang dapat disetarakan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia dengan kriteria memenuhi syarat ilmiah, protokol uji yang telah disetujui, pelaksana yang kompeten, memenuhi prinsip etika, tempat pelaksanaan uji memenuhi syarat. Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan obat herbal terstandar di sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk menggunakan obat herbal karena manfaatnya jelas dengan pembuktian secara ilmiah.

Adapun masyarakat menggunakan bahan alam yang ada di sekitar lingkungan tempat tinggalnya menggunakan sebagai obat tradisional atau jamu.



Produk Fitofarmaka yang sudah disetujui BPOM
Nodiar/tablet : untuk pengobatan diare non-spesifik
Rheumaneer/kapsul : untuk pengobatan nyeri sendi ringan sampai sedang
Stimuno/kapsul : sebagai immunomodulator  dan sebagai terapi adjuvan dalam pengobatan tuberkulosa
X-gra/kapsul :  untuk disfungsi ereksi dengan atau tanpa ejakulasi dini
Tensigard agromed/kapsul : untuk menurunkan tekanan darah sistolik/diastolik pada hipertensi ringan hingga sedang

Fitofarmaka dapat dikatakan sebagai obat herbal tertinggi dari Jamu dan Herbal Terstandar karena proses pembuatannya sudah mengadopsi CPOB dan sampai uji klinik pada manusia.

Sumber :
www.farmatika.blogspot.com



Sejarah pengobatan menggunakan obat herbal

Pengobatan herbal (herbalism) adalah pengobatan tradisional atau pengobatan rakyat mempraktekkan yang didasarkan pada pemakaian tumbuhan-tumbuhan dan ekstrak tumbuhan.

Herbalism merupakan suatu metode pengobatan yang menggunakan tumbuhan yang digunakan untuk pengobatan.

Tumbuh-tumbuhan yang digunakan tidak hanya yang berasal dari bahan tumbuhan saja, akan tetapi juga termasuk jamur, hewan seperti lebah, mineral-mineral, kulit/kerang-kulit/kerang dan bagian binatang tertentu.


Sejarah pengobatan herbal

Di catatan sejarah, studi mengenai tumbuh-tumbuhan herbal dimulai pada 5,000 yang lalu pada bangsa Sumerians, yang telah menggunakan tumbuh-tumbuhan herbal untuk kepentingan pengobatan, seperti itu seperti pohon salam, sejenis tanaman pewangi, dan semacam tumbuhan. Orang-orang Mesir dari 1000 BC. dikenal untuk memiliki digunakan bawang putih, candu, minyak jarak, ketumbar, permen, warna/tanaman nila, dan tumbuh-tumbuhan herbal lain untuk pengobatan. Dalam dokumen Kuno juga menyebutkan penggunaan tanaman/jamu herbal, termasuk tanaman mandrak (beracun), vetch, sejenis tanaman pewangi, gandum, jewawut, dan gandum hitam.

Buku mengenai tumbuhan herbal dari Cina tercatat sekitar tahun 200 SM yang memuat 365 tumbuhan obat dan penggunaan-penggunaan tumbuhan herbal tersebut, diantaranya disebutkan termasuk ma-Huang, yang memperkenalkan efedrina kepada pengobatan modern.

Penggunaan pengobatan secara herbal untuk penyembuhan juga dilakukan oleh bangsa Yunani dan bangsa Roma kuno. Hal ini tercatat dalam catatan Hipocrates, terutama Galen praktek bangsa Yunani dan Roma dalam pengobatan herbal menjadi acuan dalam pelaksanaan pengobatan di barat pada kemudian hari. Yunani dan praktek-praktek Roma yang berhubung dengan obat, seperti yang dipelihara di dalam tulisan Hippocrates dan – terutama -Kekasih, yang dengan syarat pola-pola untuk pengobatan barat yang kemudiannya. Hippocrates menganjurkan pemakaian herbal yang sederhana, seperti udara yang sehat,segar dan bersih, istirahat dan diet yang wajar.

Pada waktu itu Galen menganjurkan penggunaan dosis-dosis yang besar dari campuran-campuran obat termasuk tumbuhan, binatang, dan ramuan-ramuan mineral. Para ahli kedokteran bangsa Yunani merupakan orang Eropa yang pertama yang membuat acuan penggunaan-penggunaan dari tumbuhan obat, De Materia Medica.

Perkembangan pengobatan helbal berlanjut pada abad pertama sesudah masehi dengan adanya tulisan dari Dioscorides. Dioscorides menulis suatu ringkasan dari lebih 500 tumbuhan yang menjadi bahan acuan selama abad ke 17 yang merupakan hal yang sama pentingnya bagi ahli pengobatan herbal serta ahli tumbuhan di temukan buku dari bangsa Yunani, Historia Theophrastus Plantarum, yang menulis buku tersebut pada abad ke 4.

Selama abad pertengahan, penggunaan tumbuhan-tumbuhan untuk pengobatan dan tujuan-tujuan lain mengalami perubahan. Pada awalnya pihak gereja menakut-nakuti praktek pengobatan yang formal dan lebih menyukai penyembuhan melalui doa, tetapi banyak tulisan bangsa Yunani dan tulisan bangsa Roma mengenai pengobatan, yang naskah-naskahnya terpelihara dengan rapi di dalam biara-biara gereja.

Biara-biara cenderung untuk menjadi pusat-pusat lokal dari pengetahuan medis, dan taman tanaman obat mereka menyediakan bahan baku untuk perawatan yang sederhana. Pada waktu yang sama, pengobatan rakyat di dalam rumah pada desa/kampung mendukung berkembangnya ahli herbal. Diantara yang ikut berkembang adalah apa yang mereka sebut ”wise woman”, wanita yang juga memberikan ramuan jamu selain mantra dan jampi- jampi. Salah satu wanita paling terkenal di dalam herbal adalah Hildegard dari Bingen, biarawati benediktin dari abad ke duabelas, dia menulis buku yang berjudul Causes and Cures.

Sekolah-sekolah medis mulai kembali di pada abad ke sebelas, mengajarkan sistim Galen. Pada waktu itu, Dunia Arab lebih maju di dalam ilmu pengetahuan dibandingkan Eropa. Karena mempunyai budaya perdagangan, Arab mempunyai akses untuk menanam tanaman yang berasal dari tempat-tempat yang jauh seperti Negeri China dan India. Terjemahan-terjemahan medis klasik mengenai medis dan herbal diterjemahkan dari timur (arab) ke barat (eropa).Selain perkembangan universitas, pengobatan herbal rakyat tetap tumbuh dengan subur.

Pentingnya tumbuh-tumbuhan herbal terus berlanjut pada Abad Pertengahan. Hal itu ditandai oleh diterbitkannya ratusan buku mengenai herbal setelah ditemukannya penemuan tentang percetakan pada abad ke-15. Historia Theophrastus Plantarum adalah salah satu dari buku yang pertama dicetak dan setelah itu dilanjutkan dengan De Materia Medica tak lama kemudian.

Abad ke-15, 16, 17 adalah masa-masa perkembangan yang besar bagi dunia pengobatan herbal, banyak buku-buku tersedia bagi pertama kali di dalam bahasa Inggris dan bahasa-bahasa dibanding Latin lain atau Yunani. Buku Herbal yang pertama kali diterbitkan di dalam bahasa Inggris adalah Grete Herball yang pengarangnya tidak diketahui pada tahun 1526. Buku Kedua yang terkenal di dalam bahasa Inggris adalah The Herball atau General History dari Plants (1597) oleh Yohanes Gerard dan The English Physician Enlarged (1653) oleh Nicholas Culpeper.

Buku Gerard pada dasarnya adalah suatu terjemahan dari buku karangan Dodoens, ahli herbal dari Beldia dan ilustrasi-ilustrasi nya datang dari cara bangsa jerman bekerja dalam hal penanganan tanaman. Edisi yang asli berisi banyak kesalahan karena pemadanan yang keliru dari dua hal, \ pengobatan tradisional dengan astrologi, sihir, dan dongeng-dongeng ditertawakan oleh dokter-dokter pada jaman itu. Namun bukunya, seperti buku-buku ahli herbal lainnya tetap disukai oleh masyarakat banyak.

Era eksplorasi dan penjelajahan seperti yang dilakukan columbus memperkenalkan tumbuhan obat baru kepada Eropa. manuskrip Badianus menggambarkan penggunaan herbal oleh bangsa Aztec yang kemudian diterjemahkan ke dalam Latin pada abad ke-16.

Pada millennium yang kedua, merupakan permulaan kemunduran pengobatan herbal. Hal ini mulai dengan mulai dikenalnya zat kimia aktif seperti arsenic, copper sulfate, iron, mercury dan sulfur yang diikuti oleh perkembangan cepat dari ilmu-ilmu kimia lainnya yang mendorong pengobatan dengan menggunakan pengobatan yang dibuat dari bahan kimia.

Sumber :
www.informasiobat.com 












BAHAN DASAR OBAT


  • Bahan-bahan herbal yang secara alami disintesis di dalam tubuh, baik manusia, hewan, tumbuhan, atau makhluk hidup lainnya. Termasuk di dalamnya obat herbal / tradisional (TR)
  • Bahan-bahan kimia yang secara alami tidak disintesis di dalam tubuh. Oleh masyarakat disebut sebagai “obat kimia”, termasuk di dalamnya obat sintetik dan obat semi-sintetik.

Berdasarkan Undang-Undang No.7 tahun 1963 tentang Farmasi, obat-obatan kimia dapat digolongkan menjadi 5 (lima) kategori, yang dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusi masing-masing. Kelima kategori tersebut apabila diurutkan dari yang paling longgar hingga yang paling ketat mengenai peraturan pengamanan, penggunaan, dan distribusinya adalah sebagai berikut :

  • Obat Bebas
  • Obat Bebas Terbatas (Daftar W atau ”Waarschuwing”, waspada)
  • Obat Keras (Daftar G atau ”Gevaarlijk”, berbahaya)
  • Obat Psikotropika (OKT, Obat Keras Terbatas)
  • Obat Narkotika (Daftar O atau ”Opium”)



Yang termasuk di dalam kelima golongan tersebut di atas adalah obat yang dibuat dengan bahan-bahan kimia dan atau dengan bahan-bahan dari unsur tumbuhan dan hewan yang sudah dikategorikan sebagai bahan obat atau campuran / paduan keduanya, sehingga berupa obat sintetik dan obat semi-sintetik, secara berturut-turut. Obat herbal / tradisional (TR) tidak termasuk dalam kelompok ini.

Berikut penjabaran untuk masing-masing golongan tersebut :

1.       Obat Bebas (OB)

Pada kemasannya terdapat tanda lingkaran hijau bergaris tepi hitam.


 Merupakan obat yang paling “aman”, boleh digunakan untuk menangani penyakit-penyakit simptomatis ringan yang banyak diderita masyarakat luas yang penanganannya dapat dilakukan sendiri oleh penderita atau self medication (penanganan sendiri). Obat ini telah digunakan dalam pengobatan secara ilmiah (modern) dan terbukti tidak memiliki risiko bahaya yang mengkhawatirkan.

OB dapat dibeli secara bebas tanpa resep dokter, baik di apotek, counter obat di supermarket/toko swalayan, toko kelontong, bahkan di warung, disebut juga obat OTC (Over the Counter). Penderita dapat membeli dalam jumlah yang sangat sedikit, seperlunya saja saat obat dibutuhkan. Jenis zat aktif pada OB relatif aman sehingga penggunaanya tidak memerlukan pengawasan tenaga medis selama diminum sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan obat. Oleh karena itu sebaiknya OB tetap dibeli bersama kemasannya.

OB digunakan untuk mengobati gejala penyakit yang ringan yang bersifat nonspesifik, misalnya : beberapa analgetik atau pain killer (obat penghilang rasa nyeri), obat gosok, obat luka luar, beberapa antipiretik (obat penurun panas), beberapa analgetik-antipiretik (obat pereda gejala flu), antasida, beberapa suplemen vitamin dan mineral, dll.

2.     Obat Bebas Terbatas (OBT)


Pada kemasannya terdapat tanda lingkaran biru bergaris tepi hitam.


Obat ini sebenarnya termasuk dakam kategori obat keras, akan tetapi dalam jumlah tertentu masih dapat diperjualbelikan secara bebas tanpa resep dokter. Sebagai obat keras, penggunaan obat ini diberi batas untuk setiap takarannya. Seharusnya obat ini hanya dapat dijual bebas di toko obat berizin yang dipegang oleh seorang asisten apoteker, serta apotek yang hanya boleh beroperasi jika ada apoteker. Hal ini karena diharapkan pasien memperoleh informasi obat yang memadai saat membeli obat yang termasuk golongan ini.

Sesuai dengan SK MenKes RI No.6355/Dirjen/SK/1969, pada kemasan OBT harus tertera peringatan yang berupa kotak kecil berukuran 5×2 cm berdasar warna hitam atau kotak putih bergaris tepi hitam, dengan tulisan sebagai berikut:


Contoh OBT adalah: pain relief (analgesik), obat batuk, obat pilek, obat influenza, obat penghilang rasa nyeri dan penurun panas pada saat demam (analgetik-antipiretik), beberapa suplemen vitamin dan mineral, obat-obat antiseptik, obat tetes mata untuk iritasi ringan, dll.

Memang, dalam keadaaan dan batas-batas tertentu, sakit yang ringan masih dibenarkan untuk melakukan pengobatan sendiri (self medication) menggunakan obat-obatan dari golongan OB dan OBT yang dengan mudah diperoleh masyarakat. Dianjurkan untuk tidak sekali pun melakukan uji coba obat sendiri terhadap obat-obat yang seharusnya diperoleh dengan menggunakan resep dokter (SK MenKes RI No.2380 tahun 1983).

Setelah upaya self medication, apabila kondisi penyakit semakin serius, tidak kunjung sembuh setelah sekitar 3-5 hari, maka sebaiknya segera memeriksakan diri ke dokter. Oleh karena itulah semua kemasan OB dan OBT wajib mencantumkan tanda peringatan “apabila sakit berlanjut segera hubungi dokter” (SK MenKes RI No.386 tahun1994).

Dalam rangka self medication menggunakan OB atau OBT, perhatikan kemasan dan brosur yang terdapat di dalamnya. Berdasarkan SK MenKes No.917 tahun 1993, pada setiap kemasan/brosur OB dan  OBT harus menyebutkan informasi obat sebagai berikut :

  • Nama obat (merek dagang dan kandungannya)
  • Daftar dan jumlah bahan berkhasiat yang terkandung di dalamnya
  • Nama dan alamat produsen tertulis dengan jelas
  • Izin beredar ditunjukkan dengan adanya nomor batch dan nomor registrasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) atau Departemen Kesehatan (DepKes)
  • Kondisi obat masih baik. Perhatikan tanggal kadaluwarsa (masa berlaku) obat
  • Indikasi (petunjuk kegunaan obat)
  • Kontra-indikasi (petunjuk penggunaan obat yang tidak diperbolehkan)
  • Efek samping (efek negatif yang timbul, yang bukan merupakan kegunaan obat)
  • Petunjuk cara penggunaan
  • Dosis (takaran) dan aturan penggunaan obat
  • Cara penyimpanan obat
  • Peringatan
  • Informasi tentang interaksi obat yang bersangkutan dengan obat lain yang digunakan dan atau dengan makanan yang dikonsumsi




3.       Obat Keras (OK)

Pada kemasannya terdapat tanda lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf K di dalamnya.


Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini berkhasiat keras dan bila dipakai sembarangan bisa berbahaya bahkan meracuni tubuh, memperparah penyakit, memicu munculnya penyakit lain sebagai efek negatifnya, hingga menyebabkan kerusakan organ-organ tubuh, bahkan dapat menyebabkan kematian.  Oleh karena itu, golongan obat ini hanya boleh diberikan atas resep dokter umum/spesialis, dokter gigi, dan dokter hewan.

Yang termasuk ke dalam golongan OK adalah :

  • “Daftar G”, seperti: antibiotika, obat-obatan yang mengandung hormon, antidiabetes, antihipertensi, antihipotensi, obat jantung, obat ulkus lambung, dll.
  • “Daftar O” atau obat bius/anestesi, yaitu golongan obat-obat narkotika
  • Obat Keras Tertentu (OKT) atau psikotropika, seperti: obat penenang, obat sakit jiwa, obat tidur, dll.
  • Obat Generik dan  Obat Wajib Apotek (OWA), yaitu obat yang dapat dibeli dengan resep dokter, namun dapat pula diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter dengan jumlah tertentu, seperti antihistamin, obat asma, pil antihamil, beberapa obat kulit tertentu, antikoagulan, sulfonamida dan derivatnya, obat injeksi, dll.
  • Obat yang dibungkus sedemikian rupa, digunakan secara enteral maupun parenteral, baik dengan cara suntikan maupun dengan cara lain yang siatnya invasif.
  • Obat baru yang belum tercantum di dalam kompedial/farmakope terbaru yang berlaku di Indonesia
  • Obat-obatan lain yang ditetapkan sebagai obat keras melalui SK MenKes RI


4.       Obat Psikotropika

Tanda pada kemasannya sama dengan tanda pada Obat Keras.



Obat-obatan golongan ini mulai dari pembuatannya, pengemasan, distribusi, sampai penggunaannya diawasi secara ketat oleh pemerintah (BPOM dan DepKes) dan hanya boleh diperjualbelikan di apotek atas resep dokter. Tiap bulan apotek wajib melaporkan pembelian dan peenggunaannya kepada pemerintah.

Psikotropika atau biasa disebut sebagai ”obat penenang” (transquilizer), adalah zat/ obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang bersifat psikoaktif melalui pengaruh stimulatif selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Fungsi psikotropika adalah sebagai berikut :
  • Antidepresan : meredakan kegiatan syaraf, menurunkan aktivitas otak dan fungsi tubuh, atau sebagai penenang. Contohnya: phenobarbital, diazepam, alprazolam
  • Stimulan : merangsang stimulasi kegiatan syaraf dan fungsi tubuh sehingga mengurangi rasa mengantuk, lapar, serta menimbulkan rasa gembira dan semangat yang berlebihan (efek euforia). Contohnya: amfetamin, metamfetamin, dan derivatnya
  • Halusinogen : menimbulkan halusinasi dan ilusi (mengkhayal), gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan (mood), kesadaran diri, dan tingkat emosional terhadap orang lain sehingga tidak mampu membedakan yang realitas dan fantasi. Contohnya: THC, LSD, psilobisin.

Berdasarkan UU RI No.5 Tahun 1997 tentang psikotropika, obat ini dapat dibagi dibagi menjadi 4 (empat) golongan yaitu :
  • Psikotropika gol. I : Hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak dapat digunakan dalam terapi pengobatan, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: Meskalina, MDMA (ekstasi), LSD, STP
  • Psikotropika gol. II : Berkhasiat untuk pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: Amfetamin, Metamfetamin (sabu), Fensiklidin, Ritalin
  • Psikotropika gol. III : Berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: Pentobarbital, Amobarbital, Flunitrazepam, Pentazosina
  • Psikotropika gol. IV : Berkhasiat untuk pengobatan yang sangat luas, digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantunagan. Contoh: Alprazolam, Diazepam, Klobozam, Fenobarbital, Barbital, Klorazepam, Klordiazepoxide, Nitrazepam




5.       Obat Narkotika

Pada kemasannya terdapat tanda seperti medali berwarna merah.


Secara awam obat narkotika disebut sebagai “obat bius”.  Hal ini karena dalam bidang kedokteran, obat-obat narkotika umum digunakan sebagai anestesi/obat bius dan analgetik/obat penghilang rasa nyeri.

Seperti halnya psikotropika, obat narkotika sangat ketat dalam hal pengawasan mulai dari pembuatannya, pengemasan, distribusi, sampai penggunaannya. Obat golongan ini hanya boleh diperjualbelikan di apotek atas resep dokter, dengan menunjukkan resep asli dan resep tidak dapat dicopy. Tiap bulan apotek wajib melaporkan pembelian dan penggunannya kepada pemerintah.

Menurut UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, obat-obatan yang tergolong sebagai Narkotika adalah zat/obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan tingkat kesadaran (fungsi anestesia), hilangnya rasa, menghilangkan rasa nyeri (sedatif), munculnya rangsangan semangat (euforia), halusinasi atau timbulnya khayalan-khayalan, dan dapat menimbulkan efek ketergantungan bagi penggunanya.

Narkotika dapat dibedakan lagi menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu:

  • Narkotika gol.I : berpotensi sangat tinggi menyebabkan ketergantungan sehingga dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengobatan. Dalam jumlah terbatas dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, reagensia diagnostik, dan reagensia laboratorium. Contoh: heroin, kokain, ganja/marijuana
  • Narkotika gol.II : berpotensi tinggi menyebabkan ketergantungan. Dapat digunakan untuk terapi pengobatan, namun sebagai pilihan terakhir. Contoh: morfin, petidin, metadon
  • Narkotika gol.III : berpotensi ringan menyebabkan ketergantungan. Banyak digunakan dalam terapi pengobatan, namun tetap dalam pengawasan yang sangat kodein Contoh: kodein

sumber :
www.fairuzly.wordpress.com



STANDAR OBAT


Standar yang diterima masyarakat harus memenuhi kriteria :
  1. Kemurnian. Memenuhi standar kemurnian tipe dan konsentrasi zat lain dalam obat.
  2. Potensi. Konsentrasi obat aktif dalam preparat obat potensi obat.
  3. Bioavailability. Kemampuan obat lepas dari dosis, larut, diabsorpsi dan diedarkan tubuh.
  4. Kemanjuran.
  5. Keamanan. Dinilai menurut efek samping obat.


PENGGUNAAN NON-TERAPEUTIK
Penggunaan yang keliru (misuse) atau penyalahgunaan obat (drug abuse) berhubungan dengan penggunaan untuk efek terapeutik, misal untuk meredam nyeri atau menurunkan cemas. Saat perawat merawat klien dengan penyalahgunaan obat, perawat harus menyadari nilai dan sikap mereka terhadap penggunaan senjata tersebut. Perawat dengan pengetahuan perubahan fisik, psikologis dan sosial karena drug abuse, akan mudah mengidentifikasi klien dengan masalah obat.



FARMAKOKINETIK
Merupakan ilmu tentang cara obat masuk ke tubuh, mencapai tempat kerja, dimetabolisme dan keluar dari tubuh. Terdiri dari :

1.      Absorpsi
Molekul obat masuk dalam darah. Dipengaruhi oleh rute pemberian obat, dan kondisi ditempat absorpsi. Rute pemberian obat dipengaruhi struktur fisik jaringan. Kulit sulit ditembus zat kimia dan absorpsi obat lambat. Injeksi intravena memiliki absorpsi obat yang cepat. Larutan, suspense mudah diabsorpsi. Obat bersifat basa tidak terabsorpsi sebelum diusus halus. Kulit yang tergores, adanya edema merupakan kondisi yang tidak baik untuk absorpsi obat. Obat oral mudah diabsorpsi diberikan saat antara waktu makan.

2.      Distribusi
Laju dan luas distribusi bergantung pada sifat fisik dan kimia obat dan fisiologis individu. Obat diberikan berdasarkan berat dan komposisi tubuh dewasa. Obat mudah keluar dari ruang intersisial ke intravaskuler. Latihan fisik, udara hangat, badan menggigil akan mengubah sirkulasi local. Konsentrasi obat bergantung pada jumlah pembuluh darah dalam jaringan. Derajat ikatan protein dan protein serum mempengaruhi distribusi obat. Obat yang terikat protein akan sulit menghasilkan aktivitas farmakologis.

3.      Metabolisme
Biotransformasi dipengaruhi enzim yang mendetoksifikasi, memecah dan melepas zat kimia dan biologis. Terjadi di hati, parur-paru, ginjal, darah dan usus.

4.      Ekskresi
Obat keluar dari tubuh melalui ginjal, hati, usus, paru dan kelenjar eksokrin. Kelenjar eksokrin mengekskresi obat larut lemak. Saluran cerna menjadi jalur lain ekskresi obat.



EFEK OBAT
1.      Efek terapeutik
Respon fisiologis obat yang diharapkan muncul. Contoh : Aspirin berfungsi sebagai analgesik, antipiretik.
2.      Efek samping
Efek sekunder yang tidak diharapkan pada obat. Efek samping dianggap tidak berbahaya. Bila efek samping ini sampai menghilangkan efek terapeutik maka obat dapat dihentikan.
3.      Efek toksik
Terjadi setelah klien minum dengan dosis tinggi. Obat berlebihan dalam tubuh memberikan efek mematikan.
4.      Reaksi idiosintrik
Timbulnya efek yang tidak diperkirakan, meliputi klien bereaksi berlebihan, tidak berlebihan atau berlebihan tidak normal.
5.      Reaksi alergi
Reaksi obat 5-10 % merupakan reaksi alergi. Alergi obat bersifat ringan dan  berat. Reaksi dapat berupa urtikaria, ruam, pruritus, dan rhinitis.
6.      Toleransi obat
Klien yang sering memakai obat nyeri hanya memiliki toleransi obat. Sehingga klien perlu meningkatkan dosis untuk meredakannya.
7.      Interaksi obat
Terjadi pada individu dengan konsumsi beberapa obat. Efek sinergis dapat terjadi pada konsumsi 2 obat atau lebih. Interaksi obat selalu diharapkan.
8.      Respon dosis obat
Obat memiliki waktu paruh serum yakni waktu yang dibutuhkan proses sekresi untuk menurunkan konsentrasi serum sampai setengahnya.

Perawat dapat mengantisipasi efek obat jika mengetahui interval waktu kerja obat :
a.      Awitan kerja obat : periode waktu setelah obat diberikan.
b.      Kerja puncak obat : waktu yang dibutuhkan sampai konsentrasi tertinggi pada obat.
c.      Durasi kerja obat : lamanya obat untuk menghasilkan respon.
d.      Plateu : konsentrasi serum dipertahankan setelah obat kembali diberikan.



FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KERJA OBAT
1.      Perbedaan genetik
2.      Variabel fisiologis
3.      Kondisi lingkungan
4.      Faktor psikologis
5.      Diet

Rute pemberian obat
1.      Oral : melalui mulut dan ditelan
2.      Intravenous (iv) : melalui vena
3.      Intramuscular (im) : kedalam otot tubuh
4.      Subcutaneous (sc) : ke dalam jaringan tepat dibawah lapisan dermis kulit
5.      Topical (kulit, mata, hidung, telinga, rectum dan vagina)
6.      Transdermal
7.      Inhalasi

Prinsip pemberian obat
1.      Benar obat
2.      Benar pasien
3.      Benar dosis
4.      Benar cara
5.      Benar waktu
6.      Dokumentasi



sumber :
www.inayach13.blogspot.com




PENGERTIAN OBAT

Obat adalah bahan atau zat yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral maupun zat kimia tertentu yang dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit, memperlambat proses penyakit dan atau menyembuhkan penyakit.

Berdasarkan pengertian ini maka kita juga mengenal yang namanya herbal yang bisa juga dikategorikan obat.

Selain pengertian di atas, dalam peraturan di Indonesia pengertian tentang obat juga diatur dalam Permenkes 917/Menkes/Per/x/1993. Dalam permenkes tersebut yang dimaksud dengan obat adalah sediaan atau paduan-paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki secara fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi.

Banyak obat yang beredar juga memerlukan pengaturan akan golongan obat, sehingga produsen dan konsumen bisa memilah jenis dan keperluan obat sesuai dengan yang diinginkan. Berdasarkan Permenkes No. 917/MENKES/PER/X/1993 tentang Wajib Daftar Obat Jadi, bahwa yang dimaksud dengan golongan obat adalah penggolongan yang dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketetapan penggunaan serta pengamanan distribusi yang terdiri dari obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotik, obat keras, psikotropika dan narkotika.


Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia (UU No. 36 Thn 2009 Tentang Kesehatan pasal 1 ayat 8).

Obat adalah bahan kimia atau paduan/campuran bahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa (fungsi diagnostik), pencegahan (fungsi profilaktik), dan penyembuhan penyakit (fungsi terapeutik), termasuk di dalamnya peredaan gejala, pemulihan, perbaikan dan peningkatan kesehatan serta pengubahan fungsi organik, baik pada manusia ataupun hewan. Termasuk di dalamnya kontrasepsi dan sediaan biologis lainnya (Penjelasan atas PP RI No. 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan pasal 1 angka 1 paragraf pertama).

Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-menurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dimasyarakat  (UU No. 36 Thn 2009 Tentang Kesehatan pasal 1 ayat 9) atau berdasarkan pengalaman (Penjelasan atas PP RI No. 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan pasal 1 angka 1 paragraf kedua).

Kosmetika adalah paduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampilan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan, tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan penyakit. (Penjelasan atas PP RI No. 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan pasal 1 angka 1 paragraf ketiga).

Nomenklatur (nama) obat :
1. Kimia : memberi gambaran pasti komposisi obat. Contoh : Asam asetilsalisilat (Acethil Salichilate Acid).
2. Generic : diberikan oleh pabrik yang pertama kali memproduksi obat sebelum mendapat izin dan dilindungi hukum. Contoh : Aspirin
3. Official
4. Dagang: nama yang digunakan pabrik untuk memasarkan obat. Contoh : Bufferin

Sumber :
www.informasiobat.com 

OBAT

DAFTAR ISI

A.  PENGERTIAN OBAT       
B.  SEDIAAN FARMASI     
C.  STANDAR OBAT     
D.  BAHAN DASAR OBAT     

SEDIAAN FARMASI


Adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.



1.      Pulvis (serbuk halus)
Sediaan campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian luar.

2.      Pulveres (serbuk kasar)
Sediaan serbuk yang dibagi bobot yang kurang lebih sama, dibungkus menggunakan bahan pengemas yang cocok untuk sekali minum. Contohnya adalah puyer.

3.      Tablet (compressi)
Sediaan padat kompak yang dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler kedua permukaan rata atau cembung mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan.
a)      Tablet kempa
Paling banyak digunakan, ukuran dapat bervariasi, bentuk serta penandaannya tergantung desain cetakan.
b)      Tablet cetak
Dibuat dengan memberikan tekanan rendah pada massa lembab dalam lubang cetakan.
c)      Tablet trikurat
Tablet kempa atau cetak bentuk kecil umumnya silindris. Sudah jarang ditemukan.
d)      Tablet hipodermik
Dibuat dari bahan yang mudah larut atau melarut sempurna dalam air. Dulu untuk membuat sediaan injeksi hipodermik, sekarang diberikan secara oral (melalui mulut).
e)      Tablet sublingual
Dikehendaki efek cepat (tidak lewat hati). Digunakan dengan meletakan tablet di bawah lidah.
f)       Tablet bukal
Digunakan dengan meletakan diantara pipi dan gusi.
g)      Tablet effervescent
Tablet larut dalam air. Harus dikemas dalam wadah tertutup rapat atau kemasan tahan lembab. Pada etiket tertulis "tidak untuk langsung ditelan".
h)      Tablet kunyah
Cara penggunaannya dikunyah. Meninggalkan sisa rasa enak dirongga mulut, mudah ditelan, tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak.

4.      Pil (pilulae)
Sediaan padat bundar dan kecil mengandung bahan obat dan dimaksudkan untuk pemakaian oral. Saat ini sudah jarang ditemukan karena tergusur tablet dan kapsul. Masih banyak ditemukan pada seduhan jamu.

5.      Kapsul (capsule)
Sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang lunak yang dapat larut.

6.      Kaplet (kapsul tablet)
Sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak, bentuknya oval seperti kapsul.
Tujuannya :
  • Menutupi bau dan rasa yang tidak enak
  • Menghindari kontak langsung dengan udara dan sinar matahari
  • Lebih enak dipandang (memperbaiki penampilan)
  • Dapat untuk 2 sediaan yang tidak tercampur secara fisis (income fisis), dengan pemisahan antara lain menggunakan kapsul lain yang lebih kecil kemudian dimasukan bersama serbuk lain ke dalam kapsul yang lebih besar.
  • Mudah  ditelan
7.      Larutan (solutions)
Sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan, atau penggunaannya, tidak dimasukkan dalam golongan produk lainnya.  Cara penggunaannya yaitu larutan oral (diminum) dan larutan topikal (kulit).

8.      Suspense (suspensions)
Sediaan cair mengandung partikel padat tidak larut terdispersi dalam fase cair. Macam suspense antara lain: suspense oral (juga termasuk susu / magma), suspense topikal (penggunaan pada kulit), suspense tetes telinga (telinga bagian luar),suspense optalmik, suspensi sirup kering.

9.      Emulsi (elmusiones)
Sediaan berupa campuran dari dua fase dalam sistem dispersi, fase cairan yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya, umumnya distabilkan oleh zat pengemulsi.

10.     Galenik
Sediaan yang dibuat dari bahan baku yang berasal dari hewan atau tumbuhan yang disari.

11.     Ekstrak (extractum)
Sediaan yang pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan zat pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang ditetapkan.

12.     Infusa
Sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90 derajat celcius selama 15 menit.

13.     Imunoserum (immunosera)
Sediaan yang mengandung imunoglobulin yang diperoleh dari serum hewan dengan pemurnian. Berkhasiat menetralkan toksin kuman (bisa ular dan kuman/virus/antigen).

14.     Salep (unguenta)
Sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Salep dapat juga dikatakan sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok.

15.     Suppositoria
Sedian padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra,umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh. Tujuan pengobatan adalah :
  • Penggunaan lokal : memudahkan defekasi serta mengobati gatal,iritasi, dan inflamasi karena hemoroid.
  • Penggunaan sistematik : aminofilin dan teofilin untuk asma, klorpromazin untuk anti muntah, kloral hidrat untuk sedatif dan hipnitif, aspirin untuk analgesik antipiretik.
16.     Obat tetes (guttae)
Sediaan cair berupa larutan, emulsi atau suspensi, dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar. Digunakan dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes baku yang disebutkan oleh Farmakope Indonesia. Sediaan obat tetes antara lain : guttae (obat dalam), guttae oris (tetes mulut), guttae auriculares (tetes telinga), guttae nasales (tetes hidung), guttae opthalmicae (tetes mata).

17.     Injeksi (injectiones)
Sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Tujuannya agar kerja obatobat menjadi cepat serta dapat diberikan pada pasien yang tidak dapat menerima pengobatan melalui mulut.


sumber :
www.dechacare.com